Hudaibiyah adalah nama sebuah sumur arah barat daya dari kota Mekah dengan jarak sekitar 22 km. Sekarang tempat ini dikenal dengan nama Asyumaisi. Kemudian Hudaibiyyah dikenal sebagai nama sebuah peperangan atau perjanjian antara kaum Muslimin dan kuff ar Quraisy yang terjadi pada tahun ke-6 hij riyah pada bulan Dzulqa’dah.1
Permulaan peristiwa ini adalah ketika Rasûlullâh ﷺ ingin melaksanakan umrah, meski beliau paham betul orang-orang Quraisy tidak akan membiarkan begitu saja beliau melaksakan keinginan beliau ﷺ . Dan besar kemungkinan akan terjadi kontak senjata, mengingat kuff ar Quraiys adalah musuh terbesar kaum Muslimin saat itu.
Berbagai kemungkinan inilah yang mendorong Rasûlullâh ﷺ untuk keluar dengan jumlah yang lebih besar, bahkan beliau ﷺ memerintahkan orang orang Arab yang tinggal di pedalaman untuk ikut bersama beliau akan tetapi orang orang tersebut enggan dengan mengemukakan alasan yang mereka buat buat, sikap mereka ini di ceritakan Allâh سبحانه وتعالى dalam al-Qur’ân, yang artinya, “Orang[1]orang Badui yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiah) akan mengatakan, “Harta dan keluarga kami telah menghalangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami!” Mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yangtidak ada dalam hatinya. Katakanlah, “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allâh سبحانه وتعالى jika Dia menghendaki kemudaratan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allâh سبحانه وتعالى Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang Mukmin tidak sekali-kali akan kembali kepada keluarga mereka selama-lamanya dan setan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa. (QS. Al-Fath/48:11-12)
Jumlah kaum Muslimin yang ikut dalam perjanjian Hudaibiyah sekitar seribu empat ratus orang. Ini sesuai dengan kesaksian lima orang Sahabat yang ikut langsung menyaksikan perjanjian Hudaibiyah dan mereka sepakat dengan jumlah tersebut. Walaupun ada riwayat dari beberapa Sahabat yang menyebutkan jumlah kaum Muslimin lebih dari itu, tetapi kesepakatan dari lima Sahabat tersebut tentu lebih kuat.2 Dari riwayat Imam Bukhari3 terpahami bahwa kaum Muslimin membawa serta senjata dan peralatan perang mereka dalam perjalanan ini untuk mengantisipasi penyerangan terhadap mereka dan upaya menjaga diri.
Ketika Rasulullah ﷺ dan kaum Muslimin tiba di Dzulhulaifah, mereka langsung shalat dan berihram untuk melaksanakan umrah. Mereka membawa tujuh puluh ekor unta sebagai hadyu (korban). Sementara untuk mengetahui keadaan dan kabar tentang kuffar Quraisy di Mekah, Rasûlullâh ﷺ mengutus Busr bin Sufyân al-Khuza’i al-Ka’ bi رضي الله عنه sebagai mata-mata.4
Abu Qatâdah رضي الله عنه Berburu
Ketika kaum Muslimin sampai di daerah bernama ar-Rauha’ yang berjarak sekitar 73 km dari Madinah, Rasûlullâh ﷺ mengirim Abu Qatâdah al-Anshâri رضي الله عنه – yang pada waktu itu tidak ihram- dan beberapa orang Sahabat. Mereka di utus karena telah sampai kabar kepada kaum Muslimin tentang keberadaan beberapa orang musyrikin yang berkumpul di daerah Dhaiqah. Saat menjalankan misi ini, Abu Qatâdah رضي الله عنه melihat seekor himar liar. Beliau رضي الله عنه memburunya dan menikamnya. Beliau رضي الله عنه melakukan ini karena beliau رضي الله عنه sedang tidak melakukan ihram. Para Sahabat yang menyertai beliau رضي الله عنه tidak berani membantu Abu Qatadah رضي الله عنه untuk memburu himar tersebut. Tapi ketika himar sudah tertangkap dan siap dikonsumsi, mereka ikut mengkonsumsi hasil buruan Abu Qatâdah z. Lalu mereka mengadukan hal itu kepada Rasûlullâh ﷺ . Rasûlullâh ﷺ mengizinkan para Sahabat untuk memakan sisanya selama mereka tidak ikut dan tidak membantu berburu.5
Musyrik Quraisy Berusaha Menghalangi Kaum Muslimin
Setelah kaum Muslimin tiba di Usfan (sekitar 80 km dari Mekah), Busr bin Sufyân datang dengan membawa kabar tentang Quraisy yang telah mengetahui kedatangan Rasûlullâh ﷺ dan mereka telah menyiapkan pasukan untuk menghalangi kaum Muslimin memasuki Mekah. Dan Khâlid bin Walîd dengan pasukan kudanya sudah sampai di daerah Kura’ al-Ghamim yang jaraknya dengan Mekah sekitar 64 km.
Mendengar berita ini, Rasûlullâh nmeresponnya dengan meminta pendapat para Sahabatnya ﷺ tentang keinginan beliau ﷺ untuk menyerang kampung orang-orang yang membantu Quraisy dan bersekutu denga mereka. Tujuan beliau ﷺ adalah agar orang-orang tersebut meninggalkan Quraisy dan kembali ke tempat mereka untuk membela kampung mereka sendiri. Abu Bakar رضي الله عنه mengutarakan pendapatnya, “Ya Rasûlullâh, engkau keluar untuk menuju baitullah bukan untuk memerangi siapapun, maka fokuslah untuk itu ! Barangsiapa yang menghalangi kita dari baitullah, maka kita perangi mereka.”
Kemudian Rasûlullâh ﷺ bersabda :
اَمْضُوْا عَلَى اسْمِ اللَّهِ
Lanjutkanlah perjalanan atas nama Allâh سبحانه وتعالى 6
Saat mengetahui pasukan kuda Quraisy sudah dekat dengan kaum Muslimin, Rasûlullâh ﷺ melakukan shalat khauf untuk pertama kalinya bersama para Sahabat setelah beliau sampai di daerah Usfân.
Untuk menghindari pertempuran Rasûlullâh ﷺ mengambil jalan alternatif melalui Tsaniyyatil Mirar yaitu nama suatu tempat Hudaibiyah, setibanya di tempat tersebut Rasûlullâh ﷺ berkata :
مَنْ يَصْعَدُ الثَّنِيَّةَ ثَنِيَّةَ الْمِرَارِ فَإِنَّهُ يُحَطُّ عَنْهُ مَا حُطَّ عَنْ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ
Siapa yang menaiki Tsaniyatil Mirar maka akan di ampuni darinya apa yang di ampuni dari Bani Isrâ’il Dan yang pertama kali menaikinya adalah kuda dari Bani Khazraj.7
Ketika Khâlid bin Walîd dan orang orang musyrikin mengetahui bahwa kaum Muslimin merubah jalur, mereka kembali ke kota Mekah dan kemudian keluar lagi untuk menghadang kaum Muslimin dan mereka membentuk pasukan di daerah Baldah8 . Mereka berhasil mencapai sumber air sebelum kaum Muslimin.9
Kisah Unta dan Mu’jizat Rasûlullâh ﷺ
Ketika Rasûlullâh ﷺ mendekati Hudaibiyah tiba-tiba unta yang ditunggangi Rasûlullâh ﷺ yang bernama al-Qashwa’ berhenti dan duduk. Para Sahabat رضي الله عنهم berkata, “al-Qashwa mogok !” Lalu Nabi ﷺ bersabda, “al-Qashwa tidak mogok. Itu bukan kebiasaannya, akan tetapi dia ditahan oleh (Allah سبحانه وتعالى ) yang menahan gajah (pasukan gajah),” Kemudian beliau ﷺ melanjutkan sabdanya, “Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, tidaklah mereka meminta sesuatu dariku (maksudnya gencatan senjata-red) untuk mengagungkan Allâh سبحانه وتعالى melainkan aku berikan kepada mereka (maksudnya, aku penuhi permintaan mereka-red).”
Kemudian beliau ﷺ menghardik onta tersebut sehingga dia bangkit dan melompat, kemudian beliau ﷺ berbelok dari kota Mekah dan melanjutkan perjalanan hingga sampai di penghujung Hudaibiyah di tempat yang ada airnya namun sedikit. Tidak lama mereka tinggal di situ airnya pun habis kemudian mereka mengadu kepada Rasûlullâh ﷺ tentang rasa haus yang mereka rasakan. Rasûlullâh ﷺ mengeluarkan anak panah dan memerintahkan para Sahabat untuk memasukannya ke dalam sumur kemudian sumur tersebut penuh dengan air sehingga semua Sahabat رضي الله عنهم bisa minum.10
Disebutkan dalam riwayat yang lain bahwasanya Rasûlullâh ﷺ duduk di pinggir sumur kemudian beliau ﷺ meminta untuk di bawakan air lalu berkumur dan membuangnya ke sumur.11
Kedua riwayat di atas mungkin untuk dipadukan dengan mengatakan kedua peristiwa itu terjadi pada waktu yang sama, sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar رحمه الله تعالى 12, dan diperkuat oleh riwayat yang dibawakan oleh al-Wâqidi13 dan ‘Urwah 14 yang menceritakan bahwa Rasûlullâh ﷺ berkumur pada sebuah bejanadan menuangkannya ke sumur kemudian beliau ﷺ mengambil anak panah dan melemparkannya ke sumur lalu berdoa. Setelah itu air sumur itu menjadi sangat banyak.
Harapan Rasûlullâh ﷺ Kepada Quraisy
Melihat kedudukan dan keistimewaan yang dimiliki Quraisy Rasûlullâh ﷺ sangat berharap mereka mendapatkan hidayah dan masuk Islam. Beliau ﷺ sangat menyayangkan pembangkangan mereka dan orang-orang mereka yang meninggal dalam peperangan melawan kaum Muslimin. Harapan ini Beliau ﷺ ungkapkan dengan sabda beliau ﷺ , “Kasihan Quraisy ! Mereka menjadi korban perang. Apa kerugian mereka jika membiarkanku menghadapi manusia (kabilah-kabilah Arab selain Quraisy) manusia. Jika mereka berhasil mengalahkanku berarti apa mereka (Quraisy) inginkan telah terjadi. Jika Allâh سبحانه وتعالى memberikan kemenangan kepadaku atas mereka, mereka akan masuk Islam dan mereka masih tetap hidup. Jika mereka tidak melakukan ini (maksudnya, masuk Islam) mereka bisa memerangi dan mereka punya kekuatan. Demi Allâh ! Sesunggunya aku akan senantiasa berjihad melawan mereka untuk memperjuangkan apa yang menjadi tujuan Allâh سبحانه وتعالى mengutusku sampai memenangkan tujuan ini atau sampai aku mati .”15
Rasûlullâh ﷺ mengerahkan segala upaya untuk memahamkan Quraisy bahwa kedatangan beliau ﷺ bukan untuk memerangi mereka akan tetapi Beliau datang untuk mengunjungi Baitul Haram dan mengagungkannya, karena itu adalah hak kaum Muslimin sebagaimana juga hak kaum yang lain. Setelah Quraisy memastikan kebenaran penjelasan Rasûlullâh ﷺ , mereka mengirim utusan untuk berunding dan untuk mengetahui kekuatan kaum Muslimin serta sejauh mana kesiapan mereka untuk berperang jika terpaksa. Sementara disisi lain Quraisy juga ingin menghalangi kaum Muslimin dari Ka’bah bukan dengan cara perang.
Perundingan Antara Kaum Muslimin dan Quraisy
Rasûlullâh ﷺ di datangi Budail bin Warqa’ bersama orang-orang dari Khuzâ’ah. Khuzâ’ah sangat dekat hubungannya dengan Rasûlullâh ﷺ . Mereka adalah penduduk Tihâmah. Mereka menerangkan bahwa Quraisy bertekad untuk menghalangi kaum Muslimin dari Ka’bah. Rasûlullâh ﷺ pun menjelaskan maksud kedatangan beliau ﷺ . Beliau juga memerinci kerugian yang harus ditanggung Quraisy jika peperangan tak pernah usai. Beliau ﷺ mengusulkan untuk melakukan gencatan senjata sementara waktu sampai jelas bagi Quraisy perkara yang sebenarnaya. Jika mereka tetap bersikukuh maka tidak ada jalan menghindari peperangan walaupun itu bisa menyebabkan kematian beliau ﷺ .
Setelah itu para utusan itu kembali dan menceritkan kepada Quraisy apa yang mereka dengar dari Rasûlullâh ﷺ . 16
Rasûlullâh ﷺ ingin menegaskan tujuan kedatangannya ini dan beliau ingin hal ini di saksikan oleh seluruh Arab. Oleh karena itu, beliau ﷺ mengutus Khirasy bin Umayyah al-Khuzâ’i رضي الله عنه untuk mendatangi Quraisy dengan menunggangi unta beliau ﷺ yang bernama ats-Tsa’lab, akan tetapi orang-orang Quraisy membunuh onta Rasûlullâh ﷺ tersebut dan ingin membunuh Khirâsy akan tetapi mereka di cegah orang-orang Arab Ahâbisy17 karena mereka termasuk kaumnya.18
Kemudian Rasûlullâh memanggil Umar bin Khatt hab رضي الله عنه untuk diutus ke Mekahmenyampaikan kepada para tokoh Quraisy tujuan kedatangan beliau ﷺ . Umar رضي الله عنه mengatakan, “Wahai Rasûlullâh, saya khawatir terhadap diri saya sendiri dari orang-orang Quraisy, (karena) di Mekah tidak ada satu pun Bani Adiy bin Ka’ab yang bisa menolongku, sementara kaum Quraisy sudah mengetahui bagaimana permusuhanku dan bagaimana kerasnya aku terhadap mereka. Saya akan tunjukkan orang yang lebih terpandang di mata kaum Quraisy daripada aku, yaitu Utsmân bin Aff ân رضي الله عنه .”
Lalu Rasûlullâh ﷺ memanggil Utsman dan mengutusnya pergi ke Quraisy. Lalu Utsman datang ke Mekah di bawah perlindungan Abân bin Sa’ad bin al-’Ash al-Umawiy sampai beliau menunaikan tugasnya. Sebenarnya Utsmân رضي الله عنه diijinkan untuk melakukan thawaf di Ka’bah, namun beliau رضي الله عنه mengatakan, “Saya tidak akan melakukannya sampai Rasûlullâh ﷺ melakukan thawaf.”
Utsmân رضي الله عنه tertahan agak lama di Quraisy dan sehingga sempat tersiar kabar bahwa Utsmân رضي الله عنه terbunuh.19 Itulah sebabnya, Rasûlullâh ﷺ memanggil semua Sahabatnya untuk berbai’at di bawah pohon samurah. Semua Sahabat berbai’at (berjanji setia) sampai mati20, kecuali al-Jad bin Qais. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa bai’at itu bai’at untuk bersabar21, dan di riwayat yang lain bai’at dilakukan untuk tidak lari dari peperangan22, dan tidak ada pertentangan antara riwayat-riwayat tersebut karena bai’at untuk mati artinya bai’at di atas kesabaran dan tidak lari dari perperangan.23
Footnote:
1 Lihat as-Sîratun Nabawiyyah ash-Shahîhah, hlm. 434 dan as-Sîratun Nabawiyyah fi Dhau’il Mashâdiril Ashliyya
2 Kelima shahabat itu adalah Jâbir Bin Abdillâh, al-Barrâ’ bin Âzib, Ma’qal bin Yasar, Salamah bin Aqwa’, al-Musayyib bin Hazan رضي الله عنهم (as-Sîratun Nabawiyyah ash-Shahîhah, hlm. 435).
3 HR. al-Bukhâri, al-Fath, 16/29, no. 4178 dan 4179
4 HR. al-Bukhâri, al-Fath, no. 4179, MusnadAhmad, 4/323.
5 HR. al-Bukhâri, al-Fath, 8/139-146).
6 HR. al-Bukhari
7 HR. Muslim no. 2780
8 Sebuah lembah di Mekah
9 Dalâ’ilun Nubuwwah (4/112) dari mursal Urwah dengansanad yang lemah; al-Wâqidi(2/582) dan Ibnu Sa’ad(2/59) dengan shigah ta’liq.
10 HR. Bukhâri, al-Fath (11/162-163/no:2731,2732).
11 HR. Bukhâri, al-Fath (14/75/no:3577).
12 HR. Bukhâri, al-Fath (11/154/no:2731.2732).
13 Al-Maghâzî (2/588).
14 Dari riwayat Abul Aswad sebagaimana yang disebutkan Ibnu Hajar di al-Fath(11/164).
15 HR. Ahmad, al-Musnad(4/323) dengan sanad yang hasan dan Ibnu Ishâq dengan sanad yang hasan-Ibnu Hisyâm(3/428).
16 HR. Bukhâri, al-Fath:2731,2732).
17 Dari riwayat Ibnu Ishâq dengan sanad yang hasan, Ibnu Hisyâm(3/435-436) dan Ahmad dalam Musnad(4/324) dan al-Fathur Rabbâni (21/101-104) dengan sanad yang hasan dan Ibnu sa’ad (2/96-97) secara mu’alaq dan ringkas.
18 Ibnu Sa’ad(2/97) secara mu’laq dan lafazhnya “kemudian ia di tolong oleh kaumnya”
19 Ibnu Ishaq dengan sanad yang hasan, Ibnu Hisyam(3/426) dan Ahmad di dalam Musnad(4/324).
20 Al Bukhari/Al Fath(16/24/ no:4169).
21 Al Bukhari/ Al Fath(12/79/4169).
22 Muslim (3/1483/ no:1856).
23 Lihat Al fah, Ibnu Hajar(12/79).
Majalah As-Sunnah EDISI 07/THN XV/DZULHIJJAH 1432H/NOVEMBER 2011M